Muslim Negarawan Pengukir Peradaban

Waktu terus beranjak Meninggalkan kita

11 Juni 2009

Pemuda dalam Kebangkitan Nasional

Oleh : Juanda Sukma

( Ketua Umum KAMMI Daerah Sumatera Utara )


Sejarah Hari Kebangkitan Nasional.


20 Mei 1908, tanggal ini menjadi tanggal penting bagi bangsa Indonesia, tepatnya hari Rabu pukul 09:00 WIB Soetomo, Soeradji, M. Muhammad saleh, M. Soewarno, M. Goenawan, Soewarno, R.M. Goembrek, dan R. Angka berkumpul dalam ruang kuliah anatomi STOVIA Jakarta dan kemudian mendirikan organisasi Boedi Oetomo. Organisasi ini lantas di klaim sebagai organisasi tersetruktur pertama yang lahir dibumi ibu pertiwi, momentum ini pun yang lantas dianggap memicu semangat pemuda untuk terus berkumpul memikirkan masa depan bangsa dan kemudian bermunculanlah organisasi lainnya, Jong Ambon (1909), Jong Java dan Jong Celebes (1917) Jong Sumatera dan Jong Minahasa (1918). Pada tahun 1911 juga berdiri organisasi Sarikat Islam, 1912 Muhammadiyah, 1926 Nahdlatul’Ulama, dan kemudian pada tahun 1927 berdiri Partai Nasional Indonesia.

Tanggal pendirian Boedi Oetomo yang kemudian diperingati sebagai hari kebangkitan Nasional ternyata menjadi pro kontra, hal ini disebabakan dalam catatan sejarah 3 tahun sebelum didirakan BO, Haji Samanhudi dan kawan-kawan mendirikan Syarikat Islam (SI, awalnya Syarikat Dagang Islam, SDI) di Solo pada tanggal 16 Oktober 1905. jiks SI dan BO kita bandingkan untuk menemukan fakta organisasi mana yang layak disebut sebagai awal prmicu kebangkitan nasional, beberapa sisi yang dapat diperbandingkan antara lain :

Tujuan: SI bertujuan Islam Raya dan Indonesia Raya sedangkan BO bertujuan menggalang kerjasama guna memajukan Jawa-Madura (Anggaran Dasar BO Pasal 2). Sifat: SI bersifat nasional untuk seluruh bangsa Indonesia sedangkan BO besifat kesukuan yang sempit, terbatas hanya Jawa-Madura, Bahasa: SI berbahasa Indonesia, anggaran dasarnya ditulis dalam bahasa Indonesia sedangkan BO berbahasa Belanda, anggaran dasarnya ditulis dalam bahasa Belanda. Sikap Terhadap Belanda: SI bersikap non-koperatif dan anti terhadap penjajahan kolonial Belanda dan O bersikap menggalang kerjasama dengan penjajah Belanda karena sebagian besar tokoh-tokohnya terdiri dari kaum priyayi pegawai pemerintah kolonial Belanda, Sikap Terhadap Agama: SI membela Islam dan memperjuangkan kebenarannya dam BO bersikap anti Islam dan anti Arab (dibenarkna oleh sejarawan Hamid Algadrie dan Dr. Radjiman). Perjuangan Kemerdekaan: SI memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan mengantar bangsa ini melewati pintu gerbang kemerdekaan sedangkan BO tidak pernah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan telah membubarkan diri tahun 1935, sebab itu tidak mengantarkan bangsa ini melewati pintu gerbang kemerdekaan, Korban Perjuangan: Anggota SI berdesak-desakan masuk penjara, ditembak mati oleh Belanda, dan banyak anggotanya yang dibuang ke Digul, Irian Barat, Anggota BO tidak ada satu pun yang masuk penjara, apalagi ditembak dan dibuang ke Digul, Kerakyatan: SI bersifat kerakyatan dan kebangsaan, BO bersifat feodal dan keningratan, Melawan Arus: SI berjuang melawan arus penjajahan sedangkan BO menurutkan kemauan arus penjajahan, Kelahiran: SI (SDI) lahir 3 tahun sebelum BO yakni 16 Oktober 1905 dam BO baru lahir pada 20 Mei 1908,

Barangkali fakta-fakta yang ada bisa dianalisis kembali, sehingga tidak ada kekeliruan dalam menuliskan sejarah, walaupun ada istilah yang menyebutkan sejarah itu tergantung siapa yang menuliskannya,

Terlepas dari kontropersi itu, satu hal yang kita anggap positif bahwa pendirian organisasi dinilai sebagai langkah awal untuk memicu kesadaran pemuda dan masyarakat, kesadaram itu memuncak dan berbuah kemerdekaan pada tanggal 17 Agusutus 1945.


Peran Pemuda dalam kebangkitan nasional


Semenjak cikal bakal lahirnya pergerakan mahasiswa yang diawali oleh syarekat Islam, lalu Boedi Oetomo, maka gairah dan semangat pemuda yang kemudian memunculkan sebuah ikrar persatuan bersama dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Sebuah kongres fenomenal yang diketuai Mr. Sugondo Joyopuspito. Kemudian 16 – 19 Agustu 1929, berlangsung Kongres Partai Sarekat Islam Indonesia daerah Jawa Barat di Garut. Di kongres ini berbicara juga Ir. Sukarno dan Gatot Mangkupraja dari PNI, keduanya menjelaskan riwayat Kapitalisme dan Imperialisme dan menunjukkan keperluan adanya persatuan yang kokoh, supaya mendapat kembali kemerdekaan, maksud ini akan tercapai hanyalah dengan kekuatan dan Nasionalisme yang tidak dapat dipatahkan. Dibicarakan kepergian H. Agus Salim ke Geneve; derajat perempuan dalam Islam; pergerakan sekerja; Imperialisme dan Kapitalisme. Beberapa ulama membicarakan Nasionalisme berdasarkan Islam. Kongres itu dihabisi dengan seruan “Indonesia Merdeka”. Inilah cikal bakal pemuda yang menjadi inisiator kemerdekaan Indonesia, dan perjuangan setelah itu adalah perjuangan kemerdekaan hingga Indonesia berhasil mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Sejarah kita kemudian kembali memperlihatkan kekuasaan pemuda atas perubahan bangsa. Pasca kemerdekaan muncullah organisasi mahasiswa pertama yakni Himpunan Mahasiswa Islam pada 1947. Setelah itu pada era 50’an gerakan mahasiswa lain mulai berdiri dengan mengikuti pola ideologisnya. Ada Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang berpaham nasionalis, kemudian Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) berpaham komunis, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Perkumpulan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PMKRI) dan banyak lainnya. Pada Demokrasi Terpimpin muncul gerakan berhaluan politik yang digerakkan oleh kalangan ABRI seperti Gerakan Mahasiswa Pancasila dan Gerakan Mahasiswa Koperasi Gotong Royong (KOSGORO).

Pemuda seakan tak pernah lekang dimakan zaman, dan setiap pergantian kepemimpinan bangsa kita, perannya sedemikian signifikan dengan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang menggulung dan menurunkan Soekarno akibat peristiwa pemberontakan G30S PKI, kemudian juga munculnya satu gerakan fenomenal yang dimulai dari masjid kampus yang kemudian memberi nama Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) yang mendengungkan reformasi total bangsa Indonesia, berhasil menyatukan dan mengorganisir rakyat dan salah satunya keberhasilan pemuda 1998 ini ditandai dengan turunnya Jenderal Soeharto dari kursi kepresidenannya. Berlanjut pula ketika tahun 2002 dengan pemerintahan Gus Dur, saat itu turunnya Gus Dur juga merupakan andil dari mahasiswa.


Saatnya Pemuda Memimpin Perubahan


Pemuda pergerakan yang terabung dalam organisasi kepemudaan memiliki prasyarat awal untuk memimpin perubahan, Mereka tentu telah memahami Indonesia dari berbagai sudut pandang. Proses kaderisasi formal dan informal dalam organisasi serta interaksi kuat dalam organisasi serta interaksi dengan berbagai lapisan social termasuk dengan elit penguass akan menjadi pengalaman dan ilmu berharga untuk mengusung perubahan.

Bersatunya pemuda dalam kepentingan yang sama untuk memajukan Indonesia akan dinilai sebagai sesutu yang besar. Tidak ada yang bias menghalangi perubahan yang diusung oleh kekuatan pemuda, sepanjang moral dan semangat juang tidak luntur dengan tekanan dan godaan sesaat.

Namun kita sadari untuk menyatukan pemuda dalam satu visi perjuangan bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan syarat minimal agar pemuda dapat berkumpul dalam satu kepentingan. Pertama, syarat dasar moral perjuangan harus terpenuhi, yakni terbebas dari kepentingan peribadi dan prilaku menyimpang suatu kelompok. Kedua, kesamaan agenda perjuangan secara umum dan derivasi agenda agenda, misalnya isu kemandirian bangsa, menolak dominasi asing dan kemimpinan kaum muda. Semuanya dapat menjadi agenda bersama yang mudah disepakati. Ketiga, terlepasnya unsur-unsur primordialisme dalam perjuangan bersama, sesuatu yang sensitive dalam kebersamaan.

Sudah saatnya pemuda mendeklarasikan beberapa agenda yang sangat mendesak bagi bangsa ini. Pertama, mengembalikan semangat reformasi ’98 yang dapat mengangkat moral perjuangan pemuda Indonesia dan mengingatkan penguasa untuk kembali kejalur reformasi. Enam visi reformasi ( pemberantasan KKN, amandemen konstitusi, cabut dwifungsi ABRI, otonomi daerah seluasnya, budaya demokrasi yang wajar dan egaliter dan adili soehartoserta kroninya ) seharusnya kembali menadi semangat pemuda untuk memulai setting agenda perubahan.

Kedua, menguatkan semangat nasionalisme tanpa harus meninggalkan internasionalisme. Kita adalah warga Indonesia sekaligus warga dunia. Semangat kebangsaan diperlukan sebagai identitas dan kebanggaan, agar anak bangsa tidak teracabut dari akar dan sejarah bangsanya.

Ketiga, perlunya kesepahaman baru pemuda indonesia dalam melaksanakan agenda-agenda kebangsaan yang banyak tertunda akibat kurangnya komunikasi antar ormas pemuda selama ini. Energi pemuda yang bersatu cukup untuk mendorong terwujudnya reformasi sejatai dinegeri ini. Sesuai karakter pemuda yang memiliki kekuatan ( fisik ), kecerdasan ( fikir ), ketinggian moral, serta kecepatan belajar atas berbagai peristiwa yang dapatmendukung akselerasi perubahan.

Keempat, pemuda menjadi aktor terwujudnya demokrasi politik dan ekonomi yang sebenar-benarnya dinegeri ini. Tidak dapat dihindari bahwa politik dan ekonomi masih menjadi bidang eksklusif bagi sebahagian orang, yang kemudian menjadi tragedi bersama bagi seluruh rakyat. Permasalahan kunci politik ekonomi kita dapat dilihat pada perangkap utang luar negeri yang mengarah pada kebangkrutas nasional, nilai tukar rupiah yang hampir selalu lemah, rendahnya nilai tambah primer, korupsi yang masih tinggi terutama kaum penguasa, serta tingkat kemiskinan dan pengganguran yang terus meningkat. Aroma neoliberalisme dan neokolonialisme dibangsa ini masih sangat terasa, terutama dalam aset privatisasi ( penjualan ) aset pada asing dan undang-undang penanaman modal.

Pemuda indonesia harus menyadari seumber daya negeri ini sebagai aset yang harus dipertahankan, tidak terjebak dalam konspirasi ekonomi kapitalis dan kompradornya. Dengan pemahaman mendalam dan perjuangan bersama pemuda, gagasan negara bangsa sebagai negeri yang aman dan sjahtera dan diberkahi ( baldatun thoyibatun wa rabbun ghafur ) dapat terwujud bagi Indoneisa. Dan pemuda tampil sebagai negarawan untuk bangsa.


Penutup


Setiap pendakian pasti akan ada puncaknya, ketika puncak itu sudah tercapai maka pilihannya hanya dua kembali turun atau menatap puncak yang lebih tinggi dan berupaya untuk mencapainya, kebangkitan nasional yang selalu diperingati bangsa ini telah mencapai puncaknya yaitu “kemerdekaan”, kemerdekaan dari belenggu asing dan memandirikan bangsa Indonesia untuk membenahi dan mengatur urusannya sendiri, tentunya ketika puncak dari tujuan itu sudah tercapai maka tidak mungkin kita memilih pilihan untuk turun dan mengakhiri pendakian, pilihan kita hanya satu menatap jauh dengan harapan dan cita-cita ibu pertiwi dan bahu-membahu untuk mencapai tujuan itu.

Bangsa ini memerlukan narasai baru setelah tercapainya tujuan dari kebangkitan nasional seratus tahun yang lalu, narasai besar yang membuat bangsa ini berani untuk menatap jauh, 11 tahun reformasi diharapkan sebagai massa transisi untuk menemukan narasi besar itu, karena sudah terlalu jauh tertinggal apabila kita terus menerus bernostalgia dengan keberhasilan para pendahulu kita dalam mengawali kebangkitan nasional dan berujung pada kemerdekaan sesuai dengan apa yang dicita-citakan.

Dalam mengawal proses perjalanan mencari narasi besar itu, pemuda terkhusus mahasiswa harus tetap berada digarda depan dalam mengawal dan mengarahkan agar gagasan besar yang timbul untuk mengelola bangsa sesuai dengan apa yang diharapkan, pengawalan dan eksistensi mahasiswa tidak boleh berhenti apalagi terkubur, karena sejatinya bangsa yang cerah masa depannya tercermin dari kepedulian para pemuda untuk memikirkan nasib bangsanya, karena tidak akan kita biarkan pena sejarah itu dipegang dan dituliskan oleh orang lain.

Momentum pergantian kepemipinan nasional adalah momen yang pas untuk meretas jalan menuju kebangkitan modern, era baru kebangkitan yang diharapkan mampu merefresh semangat para pemuda untuk mewujudkan kemandirian bangsa, tentunya pergantian kepemimpinan nasional harus tetap menjadi perhatian pemuda dalam mengawal arah perjuangan bangsa, karena ini menjadi taruhan perubahan untuk waktu yang panjang minimal lima tahun kedepan, semoga pemilihan peresiden pada juli mendatang menjadi ruang eksistensi gerakan pemuda untuk berkarya, berkontribusi memberikan yang terbaik untuk masa depan bangsa yang kita cintai.

*Disampaikan pada saat seminar kebangkitan nasional di auditorium UISU yang diselenggarakan oleh KAMMI Komisariat UISU.

Medan, 06 Juni 2009.

Tidak ada komentar: